Pages

Friday 16 December 2011

Relung Hati 3

Benarkanlah ia berbicara. Menghapus jejak dosa. Mengisi ruang usaha. Sungguh namakan terhapus. Pada sebuah penantian cinta. Tersurat pada Luh Mahfudz dua keping jiwa. Kapanpun menunggu, menggores calar-calar hina. Pada dunia yang sementara.

Duhai Gadis Thantawi..
Harus engkau ketahui..
Bahwa sering aku rasakan..
Kedekatan sebuah luahan..

Sering juga, aku rasakan bahagia..
Dalam perit penat lelahku..
Sungguh, sering kupadam namamu..
Namun bertasbih semakin ia..

Namamu Gadis Thantawi..
Hanya aku..
Bisa huraikan..
Hanya aku..
Bisa temukan..
Hanya aku bisa temui walimu..

Ku mencarimu..
Saban sujud malam..
Tika siangku bekerja sepenuh jiwa..
Pulang malamku rebahkan jasad hamba..
 
Semata-mataku..
Ingin, terlalu gamang..
Bangkit bisikkan istikharah..
Pada setiap akhir hajatku..

Bekerjaku, bisa temukan yang lebih sempurna darimu..
Mungkin juga, bisa temukan yang lebih tersirat darimu..
Dan apakah aku yakni sang hamba pada Tuhannya..
Tak punya kuasa untuk bertahan?
Tak juga punya cukup yakinnya untuk berjuang?

Melamunku memikirkan..
Nikmat Tuhanku..
Tatkala kuhapuskan namamu..
 
Sedang aku asyik bernafas..
Perlahan-lahan bisik yakinku..
Bahwa hati ini bersabarlah..
Jagad khayalku, DEMI dan HANYA Tuhanku..

Kelumit ini, berbicara dari separuh imanku..
Bahawa namaku pemuda Thantawi..
Tak pernah  mahu dosa terpalit..
Tak pernah mahu jiwa terlena..
 
Kerna nawaituku..
Takku biarkan..
Bernafas kernamu..
Hamba terpelihara..
Bernama Gadis Thantawi..

Semoga Tuhan temukan ketetapan..
Semoga Tuhan realitikan pertemuan..
Juga cambahan keyakinan..
Umpama keindahan cinta..
Fatimah dan Ali..





arthantawi



Thursday 1 December 2011

Hijrah Sebuah Harapan : Bertasbihlah Sebuah Keyakinan

Hati itu berhijrah. Menuju kesempurnaan cinta. Semakin ia terpelihara. Hanya meraba-raba redha dan kesempurnaan jiwa, dan anggota. Sebelum menikmati agung cinta yang terpelihara.

"Wahai orang yang menanyakan kepedihan cinta, engkau kan teruji di kemudian hari kerana kesabaran, usah engkau mencari pekerjaan kekejian, atau seperti orang mencari aliran air kala hujan, ingatlah Allah dan takutlah azab-Nya, hindari para pelaku kefasikan dan kekejian, peluklah pipi kekasih tecinta, pada malam-malam yang sepi buta"

Said al-Musayyab

Malam ini, menabir lagi sendu sepi. Bulan, yang kemilaunya kelam. Bermuhasabahlah duhai jiwa. Pada hijrah sebuah harap. Harapan itu, yang terbina dari ikat-ikat yang erat. Makinnya ia tegar tika harap mulai meluntur. Makin pula, ia mengerat saat dugaan hadir menambah kabur. Dan kepastian yang mulai membuncah, akan taqdir Luh Mahfudz. Sakitnya, saat bergerak hijrah. Pada tangan yang mahu mencapai. Lafaz cinta selepas akadnya. Itu hakikat pengorbanan DEMI dan HANYA Tuhan.

Bukan kerna lumrah pergaulannya, jiwa itu berdiri antara syurga dan neraka. Tapi bahayanya kerna selembut-lembut jiwa, berbalik bolaknya, firman itu yang tetap, dari Tuhan yang Mencipta Dua Hati.  Hanya sisa usaha dan yakinnya, silih berpegangan. Mencipta satu HARAPAN. Yang berbeda. Jauh, dari IMPIAN. Bukankah impian bergerak pada mudahnya usaha? Dan harapan bergerak pada yakinnya upaya? Sungguh, yang bererti dan berkekalan adalah pasaknya, berlagu pada KEYAKINAN.


"Jika hasrat cintamu menggelora, kuasailah hasrat dengan berpuasa, memang engkau tidak dapat lari dari cinta, tapi itu mengalihkan dirimu dari bayang-bayang cinta"

Malak

Kaburlah duhai jiwa yang bicaranya dangkal. Hambar dan tawar. Mungkin sahaja tak mampu seagung cinta Ali dan Fatimah. Andai leburnya di pertengahan. Melayan bisik ajnabi. Rungkai bait khabar, rungkai bait puji. Semulia-mulia iman, bukankah kan terjatuh kerna sehina-hina zina?

Berusaha biarlah tidak nampak. Berdoa biarlah penuh kehendak. Berdetak separuh dari iman. Bukan terhasil dari pengorbanan untuk si rusuk kiri. Namun bergoncang hebat. Panah iman. Terhasil suci dari nawaitu DEMI dan HANYA Ilahi.

Sambutlah YAKIN ini. Bertiup pada kabus merentas ribut. Jelasnya bukan pada suara. Pendamnya terasa bukan sementara. Abadi memegang hati. Mungkin sahaja HARAPAN malapkan IMPIAN. Lalu cinta bertasbih penuh iman. Kadang yang terlalu fikirkan. Akan bisa jauhkan jarak bisik malam. Namun itulah HARAPAN. Tersimpannya bersama doa-doa yang berusaha. Bergeraknya bersama jujur-jujur yang bertetapan. Terpendam rindu, memeluk malam ciptaan Tuhan. Melalui hijab-hijab yang tiada bersentuhan. Oleh zina hati yang kian tenggelam.

"Kenikmatan tidak lagi dirasa pelaku yang haram, dosa dan aib tetap berlanjut sepanjang masa, akibat tetap abadi dengan akibatnya lagi, apakah erti kenikmatan yang berkesudahan api?"

Sufyan At-Thauri

Kini bertukar, malam mendingin. Cengkerik bersahutan, beranginkan sebuah ketenangan. Sejuk jurai titis air mata. Memejam tak mahu dibuka. Indah membisikkan HARAPAN. Berpasakkan keYAKINan. Sendu ini memuncak. Harus berhenti. Kerna esoknya HIJRAH kan bermula lagi. Segalanya bertasbih. Jiwa dan anggota. Nurani yang bercinta. Pada tetap jalannya. Menujulah bersama.

Sebelum menjemput gadis Thantawi, jiwa ini. Kan berdoa bersiap siaga. Mohon dua jiwa terpelihara. Agungnya duhai cinta. Rumah tasik itu masih di sana. Untuk pemuda dan gadis Thantawi. Berhijrah mereka DEMI dan HANYA Tuhan. Berkorban mereka DEMI dan HANYA Tuhan. Melupailah untuk menemui. Lafaz cinta sepenuh hati. 

"Kukatakan kepada orang yang menginginkan, jalan ke perbuatan itu tak akan dikabulkan, kami punya pendamping yang tak kukhianati, engkau adalah pendamping lain selain diri ini"

Laila al-Ukhailiyah








arthantawi